Nuranirakyat.com- Pasca kemerdekaan, dimana negara kita telah berganti-ganti sistem pemerintahan.
Dimulai dari sistem pemerintahan terpimpin , parlementer sampai dengan saat ini demokrasi Pancasila. Pada era zaman Orde Baru, semua tersentralisasi pada pemerintah pusat yang di pegang oleh Soeharto.
Sedangkan era saat ini era reformasi, demokrasi di indonesia dinilai sudah cukup matang dan jauh lebih baik di bandingkan era sebelumnya. Namun , walaupun keadaan demokrasi di negara kita semakin tahun semakin membaik.
Ada hal yang menarik untuk diperhatikan, yang tak dapat dilepaskan dari perjalanan politik di Indonesia , yaitu Politik Identitas.
Politik identitas baru familiar di tahun 2017.
Praktik politik identitas digunakan pada momen Pemilu Gubernur DKI Jakarta. Begitu keras dan ekstremnya politik identitas dimainkan, sehingga membuat masyarakat terpecah dan terbelah menjadi dua kubu yang berlawanan . Mengingatkan kita pertarungan politik praktis, antara petahana versus oposisi. Familiar ditelinga kita istilah 'Cebong versus Kampret'.
Sebelum lebih jauh menganalisis, perlu kiranya mengetahui apa itu politik identitas sehingga menjadi familiar?
Berdasarkan referensi pendapat ilmuan diantaranya,
menurut Suparlan (2004: 25) mengartikan, bahwa identitas atau jati diri sebagai pengakuan terhadap seorang individu atau suatu kelompok tertentu yang menjadi satu kesatuan menyeluruh yang ditandai dengan masuk atau terlibat dalam satu kelompok atau golongan tertentu. Penggabungan ke dalam kelompok atau golongan tertentu ini tentu tidak terlepas dari adanya rasa persamaan yang didasari oleh sebuah identitas.
Identitas atau jati diri ini terdapat dalam berbagai bentuk dan jenis seperti identitas gender, agama, suku, profesi, dll. Sehingga perkumpulan yang didasarkan pada satu kesamaan identitas akan membentuk sebuah kelompok identitas. Politik identitas sendiri merupakan penjabaran dari identitas politik yang dianut oleh warga negara berkaitan dengan arah politiknya. Politik identitas lahir dari sebuah kelompok sosial yang merasa diintimidasi dan didiskriminasi oleh dominasi negara dan pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan.
Hal inilah yang kemudian menjadi dasar lahirnya politik identitas dalam persoalan kenegaraan.
Identitas atau jati diri ini, terdapat dalam berbagai bentuk dan jenis seperti identitas gender, agama, suku, profesi, dll. Sehingga perkumpulan yang didasarkan pada satu kesamaan identitas akan membentuk sebuah kelompok identitas.
Politik identitas sendiri merupakan penjabaran dari identitas politik yang dianut oleh warga negara berkaitan dengan arah politiknya. Politik identitas lahir dari sebuah kelompok sosial yang merasa diintimidasi dan didiskriminasi oleh dominasi negara dan pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahan. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar lahirnya politik identitas dalam persoalan kenegaraan.
Sehingga menurut hemat kami dapat disimpulkan, bahwa sebenarnya politik identitas adalah sebuah cara berpolitik yang didasarkan pada kesamaan identitas.
Di Indonesia sendiri politik identitas dikelompokkan menjadi dua, yaitu nasionalis dan agamis.
Saat ini kelompok politik identitas nasionalis dan agamis dirasakan berkembang di negara kita.
Selanjutnya tak kalah menariknya untuk diikuti, bagaimana pengaruh dari politik identitas bagi diri kita, juga terhadap bangsa dan negara .
Sejatinya politik identitas, memberikan ruang besar bagi terciptanya keseimbangan dan pertentangan menuju proses demokrasi di sebuah negara.
Jika politik identitas dipolitisir oleh politikus politikus 'nakal dengan tidak tepat dan bijak.
menyebabkan kehancuran stabilitas negara. Karena sudah dirasakan antara kedua-dua identitas tersebut, sampai saat ini pengaruhnya telah mengancam kesetabilan negara apabila pemerintah tidak memiliki political will dalam menengahi isu ini. Bukan saja kepentingan politik yang dipertaruhkan melainkan juga kepentingan masyarakat luas, sebab politik identitas sebagai politik perbedaan merupakan tantangan tersendiri bagi tercapainya sistem demokratisasi yang mapan. Sebagai contoh , masa penjajahan dulu kita mampu bersatu sebab kita memiliki satu identitas, yakni bangsa Indonesia, kita mampu melawan penjajah karena dilandasi semangat persatuan
Namun, jika salah mengelola, maka politik identitas akan membuat masyarakat terpecah belah seperti saat Pilkada DKI. Sampai saat ini pun, masyarakat semakin terkotak-kotak dan terbagi tidak hanya dalam kehidupan perpolitikannya namun juga sosial dan budayanya.
Hal ini jika dibiarkan terus menerus akan mengoyak stabilitas bangsa. Dan ini cukup disayangkan mengingat perbedaan yang kita miliki sejatinya menjadi kekuatan bangsa kita.
Justru saat ini, malah menjadi senjata yang menghancurkan bangsa kita sendiri.
Solusinya hanya satu, komunikasi dan dialog yang baik. Dialog dengan siapapun yang memiliki pandangan berbeda, maka akan membuka satu sudut pandang baru untuk memahami bagaimana mereka bersikap dan memilih pendirian mereka.
Karena seyogyanya antara nasionalisme dan agama tidak bisa di benturkan. Relevan dengan yang dikatakan K.H. Hasyim Asy'ari, 'Agama dan nasionalisme adalah dua kutub yang tidak berseberangan. Nasionalisme adalah bagian dari agama dan keduanya saling menguatkan'.
Politik identitas umumnya mengacu pada sobjek politik, di mana kelompok orang dengan identitas ras, agama, etnis, sosial atau budaya yang sama berusaha untuk mempromosikan kepentingan atau kepentingan khusus
mereka sendiri.
Lebih jauh kita melihat sistem politik di Negara Inggris sekarang ini, tidak luput dari pergeseran ke arah politik identitas, dan pemilu
Menurut The Scotsman, tampaknya tidak akan terlalu ditentukan oleh kebijakan dan lebih banyak ditentukan oleh identitas.
Politik identitas dapat dikatakan berdampak pada semua aspek masyarakat dan secara efektif telah mendikte jalannya politik selama beberapa tahun terakhir.
Demikianlah pemahaman, manpaat dan dampak yang ditimbulkan dari politik identitas.
Asalnya semua sistem politik itu baik, jika digunakan/dikelola dengan bijak. Sehingga dapat bermanpaat bagi masyarakat, negara dan bangsa. Kalau diarahkan kepada yang tidak baik, maka yang terjadi persatuan bangsa menjadi runtuh dan terpecah belah.
Tentunya kita semua tidak menghendaki perpecahan terjadi di negara kita. (R)